Kutangkap awan menjadi sepan mandi aku di waktu pagi... dan malam pula kupintal ia menjadi selimutku

.

Gunung dilapisi awan putih. Gunung diselimuti awan putih. Gunung dihujani air. Gunung muncul dari balik kabus.

Atau...

Kabus dibelah gunung. Kabus bertingkat.

Ianya seperti sepan putih yang lembut untuk menyental badan aku. Ia umpama kapas putih yang gebu untuk menghangatkan tubuh aku yang telanjang. Tubuh aku yang ditelanjangi minda-minda jahat yang mencemburui dan memfitnah aku dengan cinta asyikin, cinta sakinah.

Bayangkanlah, kalau aku berumah di atas gunung itu, aku tak payah mandi. Bangun pagi, buka tuala lepas tu lari sekeliling rumah sambil tangan didepakan... biar rintik-rintik air di dalam awan membasuh daki-daki semangat yang berkarat, yang telah melekat selama 30 tahun .. errr.. lebih sikit.

Ya, 30 tahun lebih kurang... tak lebih tapi mungkin kurang sikit... errr... dalam julat-julat tu juga lah. Tak jauh sangat pun.







.